Jauh sebelum Aremania
lahir, yakni pada tahun 1960-an, warga kota Malang yang notabene
memiliki karakter keras dan tak mau kalah dalam persaingan banyak
membentuk geng - kebanyakan diisi oleh pengangguran yang tak punya wadah
berekspresi. Hal tersebut kemudian menjamur dan menimbulkan persaingan
yang tak ada habisnya. Bahkan, masing-masing geng saling beradu kekuatan
untuk memperebutkan wilayah kekuasaan.
Meski berhasil diminimalisir dengan didirikannya klub Arema Malang oleh mendiang H. Acub Zaenal dan anaknya, mendiang Ir. Lucky Acub Zaenal, atau yang biasa dis
apa Sam Ikul, pada 11 Agustus 1987, namun
masih banyak oknum-oknum yang tetap membuat kericuhan. Menariknya,
kericuhan-kericuhan itu memang tak lagi berlangsung di berbagai tempat
di dalam kota Malang yang biasa dijadikan ‘medan perang’ bagi para gangster, akan tetapi hanya berpusat di Stadion Gajayana saja.
Meski berhasil diminimalisir dengan didirikannya klub Arema Malang oleh mendiang H. Acub Zaenal dan anaknya, mendiang Ir. Lucky Acub Zaenal, atau yang biasa dis
Ketika itu, pemerintah memang mulai
memberlakukan sejumlah Peraturan Daerah, serta lebih membenahi tata kota
di kota Malang sehingga tawuran di jalanan mulai bisa ditekan. Itulah
mengapa kelompok-kelompok yang eksis pada zaman itu kemudian memusatkan
‘kegiatan’ mereka di stadion yang terletak di tengah-tengah kota
tersebut. Bahkan, ketika Singo Edan berlaga, tak jarang para
suporter – atau lebih tepatnya geng – saling berusaha menunjukkan
dominasinya yang tak jarang berakibat pada kerusuhan.
Melihat masalah ini, Sam Ikul memutuskan untuk membentuk satu basis suporter untuk mewadahi para suporter Arema. Maka pada tahun 1988 lahirlah Arema Fans Club (AFC) sebagai wadah suporter Arema yang dikelola langsung oleh pihak klub dan diketuai sendiri oleh Sam Ikul. Sayang, AFC kurang mendapat respon positif dari penggemar karena sejumlah alasan, salah satunya adalah karena AFC dinilai terlalu eksklusif. Dengan berbagai alasan, pada tahun 1994, AFC pun dibubarkan.
Selepas itu, praktis suporter Arema kembali kehilangan identitas. Tetapi situasi tersebut bisa cepat teratasi dengan munculnya Aremania sebagai identitas baru bagi para suporter. Lucunya, tidak diketahui siapa yang memberikan ide perihal nama Aremania – bisa dibilang muncul secara spontan karena identitas ini memang muncul begitu saja.
Melihat masalah ini, Sam Ikul memutuskan untuk membentuk satu basis suporter untuk mewadahi para suporter Arema. Maka pada tahun 1988 lahirlah Arema Fans Club (AFC) sebagai wadah suporter Arema yang dikelola langsung oleh pihak klub dan diketuai sendiri oleh Sam Ikul. Sayang, AFC kurang mendapat respon positif dari penggemar karena sejumlah alasan, salah satunya adalah karena AFC dinilai terlalu eksklusif. Dengan berbagai alasan, pada tahun 1994, AFC pun dibubarkan.
Selepas itu, praktis suporter Arema kembali kehilangan identitas. Tetapi situasi tersebut bisa cepat teratasi dengan munculnya Aremania sebagai identitas baru bagi para suporter. Lucunya, tidak diketahui siapa yang memberikan ide perihal nama Aremania – bisa dibilang muncul secara spontan karena identitas ini memang muncul begitu saja.
Meski tidak berbentuk sebagai
organisasi yang jelas, sistem Koordinator Wilayah (Korwil) yang dipakai
oleh AFC digunakan Aremania agar setiap daerah tetap terorganisir dengan
baik. Tidak adanya penerapan pimpinan (ketua) dalam struktur Aremania
juga ternyata tak serta merta membuat Aremania berantakan – para Arek
Malang ternyata bisa tetap sejalan di bawah nama Aremania meski dengan
pemikiran yang berbeda-beda.
Seiring berjalannya waktu dan dengan kian patennya nama Aremania
sebagai identitas, para penggemar Arema mulai meninggalkan kesan brutal
yang melekat cukup lama. ‘Lahirnya’ Aremania membuat para suporter lebih
menghargai kreativitas dalam mendukung dan juga loyalitas terhadap
kesebelasan yang mereka dukung selama ini. Terbukti dengan sejumlah
gelar suporter terbaik yang diraih oleh Yuli Sumpil dan rekan-rekan
Aremania lain, termasuk di antaranya gelar suporter terbaik Ligina VI
(2000), suporter terbaik Copa Dji Sam Soe (2006) dan suporter terbaik
Piala Jenderal Sudirman (2016).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar